Saat banyak
teman heboh membicarakan otak kanan yang menyajikan berbagai kelebihan dan
keajaibannya, saya sebenarnya selalu bertanya-tanya, apakah benar kita selama
ini belum berpikir dengan otak kanan?, jika
memang tidak menggunakan otak kanan, mengapa dalam realitanya kita selalu
melihat orang menggunakan bagian kanan, yang kiri bahkan tidak pernah di sebut bahkan tidak hanya ingin dilupakan namun juga ingin dienyahkan.
Seorang
teman begitu mengeluhkan kondisi rumah tangganya karena belum juga di karuniai
anak, karena kondisi itu menurut dia rumah tangganya belum lengkap dan sempurna alias masih belum
bahagia. Bukankah keluhan seperti ini diakibatkan karena selalu berpikir kanan?, oleh karena pikirannya selalu menuntut keinginan terjadi (baca: berpikir kanan) makanya dia berusaha menendang dan berupaya
menyingkirkan kondisi tanpa anak (kiri).
Kita juga
selalu menggunakan dan memperhatikan bagian kanan. Contoh saja di waktu makan
kita memakai tangan kanan (kecuali kidal), menerima uang pakai tangan kanan,
memakai sepatu kanan dulu dan kanan dan kanan, kita selalu melupakan dan
berupaya untuk tidak mengingat tangan kiri kita yang setia dan lebih baik
karena selalu membantu yang kanan, membersihkan kotoran saat BAB dll. Pikiran kita
selalu berkata yang kiri yang negatif.
Karena
berpikiran kananlah seorang presiden partai beragama mau terlibat korupsi,
karena berpikir kanan pula mertua memaki menantunya karena tidak memberinya uang,
dan karena hanya mengandalkan otak kanan pula kalau beruntung tertawa dan kalau
merugi sedihnya bukan kepalang.
Dunia pincang
Karena kita
selalu menggunakan dan mengutamakan yang kanan, kita tidak menyadari bahwa kita
menjalani hidup ini secara tidak utuh alias pincang. Namun karena sudah
terbiasa, itu kita anggap wajar adanya.
Seorang
teman yang mengalami kerugian besar dan membuat uangnya ludes dalam
kesehariannya hanya mengeluh dan mengutuki Tuhan yang katanya tidak adil.
Karena ia selalu berpikir kanan, makanya ia selalu menyalahkan kondisi kiri
(negatif). Bagi dia dan kita kemiskinan kekurangan dan kerugian adalah negatif
dan harus di enyahkan dan di lenyapkan.
Namun jika
tangan atau kaki kiri kita yang kita amputasi atau potong, kira2 masihkah kita
akan selalu berpikir kanan kanan dan kanan?.
Nah ternyata
kita selama ini tidak menyadari bahwa tindakan kita memerangi kemiskinan,
kekurangan, kejahatan dan kerugian dll itu mirip dengan kita berupaya memotong
tangan atau kaki kiri kita sendiri. Kita tidak pernah mau mencoba untuk belajar
mengerti bahwa karena kekurangan kita belajar bertumbuh, karena kemiskinan kita
belajar rendah hati dan karena ada kejahatan kita memiliki rasa kasih dan sayang
pada sesama serta karena negatif kita bisa melihat yang positif.
Mungkin kita
masih belum bisa melupakan sejarah peristiwa tahun 1965, betapa karena kita
menganggap bagian kanan (baik) harus melenyapkan bagian kiri (buruk) hingga
menyebabkan nyawa ratusan ribu orang melayang.
Bukan positif bukan negatif
Saya
tertarik mengutip kata-katanya Lao Tze yang saya ambil dari salah satu status
facebook Bimbel Madani : “Mereka yang
mengetahui tidak mengatakan, dan mereka yang mengatakan tidak mengetahui”.
Kalimat ini sungguh sangat mencengangkan, membuka mata batin bahwa sejatinya
tidak ada yang terpisah. Semua adalah satu kesatuan, hanya saja kita kemudian
memisahkannya menjadi dua sisi, siang malam, positif negatif, otak kanan otak
kiri, atas bawah, untung rugi, datang pergi dst...jika kedua sisi tersebut disatukan, maka
kita sulit memberi nama dan mengatakannya, makanya yang mengetahui selalu tidak
mengatakannya.
Saya
teringat pula pesan dari seorang Guru : “ Kalau dirimu ingin bertemu Tuhan
(baca : Kebahagiaan, kedamaian, kelimpahan), jangan lupa kata Tuhan harus kamu
tambah dengan ke-u-Tuhan”. Utuh yang terdiri kanan dan kiri, laki-laki
perempuan, baik buruk, barat timur dst.... Iya kita selama ini memisahkan kata
keutuhan dengan hanya menyebut Tuhan saja, yang seakan-akan kita terpisah dan
tuhan berada jauh dari kita. Saat laki-laki perempuan menyatu tidak ada sebutan
baginya, saat kanan dan kiri menyatu juga sulit kita menyebutnya.
Makanya
teman yang mengerti hal ini bergumam pelan: “Betapa kita telah menyimpang
dengan berpikir dan berotak kanan?”, dan Siapa bilang saat ini kita sedang
menggunakan otak kiri?, Kita sedang berotak kanan, dan celakanya kita juga
sedang memerangi otak kiri”.
Kembali pada
keutuhan, jadi kalau masih saja melakukan tindakan korupsi, itu berati masih
pincang ( baca: hanya ingin kanan). Kalau buka usaha hanya ingin untung, untung
dan untung dan Kalau jadi pejabat hanya mau untung untung dan untung, itu
artinyahidupnya masih terbelah dan belum bertemu Tuhan (Keutuhan).
Melihat
realita yang ada, Kini sudah saatnya kita melampaui kanan dan kiri agar bertemu
dengan kedamaian, dan saat mata bertemu dengan keutuhan(Tuhan) yang terlihat
semuanya apa adanya, dan yang apa adanya selalu tidak bisa di katakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar