Minggu, 24 Maret 2013

Sunday



Tersenyum jika mengingat masa lalu, dimana saya dan mungkin banyak teman lain mengira, bahwa di kala memiliki mobil berharap semua masalah selesai dan yang ada hanyalah hari yang penuh senyum santai dan keluarga senang dan tetangga juga selalu memuji, demikian pula saat memiliki pekerjaan tetap, saat jabatan naik, dan saat memiliki pasangan hidup sudah terjadi, berharap semua masalah juga ikut berlalu, keluarga yang memaki berubah jadi memuji, tetangga yang suka memandang rendah berubah menjadi penuh hormat, namun setelah terpenuhi, setelah berdemo agar gaji dinaikkan dan akhirnya Gaji tidak hanya naik, tapi NAIK TERUS,  ternyata masalah masih saja bercokol di sana, korupsi jalan terus. Huh...keluh seorang teman dalam sebuah obrolan.

Seperti melihat indahnya mentari pagi dan memujinya dan mencarinya di tempat-tempat yang jauh, sebentar kemudian memakinya karena terik mentari yang panas menyengat di siang hari, dan kemudian memujinya lagi di senja hari karena keindahannya, seperti itu pula putaran nafsu kita. Saat melihat orang lain lebih(memiliki lebih kekayaan, jabatan dll) memujinya dan menirunya maksud hati agar terhindar dari cacian makian, giliran keinginan terjadi ternyata juga tidak bisa lepas dari cacian dan makian.
Seperti juga keluh kesah seorang teman, saat gaji belum naik mengeluh karena serba terbatas keuangannya, setelah gaji naik mengeluh lagi karena belum bisa punya ini dan itu atau seperti milik teman-temannya yang lain.

Setelah tersadar indahnya mentari bukan karena pagi atau sore atau di tempat-tempat tertentu saja melainkan karena keindahan itu ternyata selalu ada di sini dan saat ini seperti pergerakan mentari yang ternyata tidak bergerak kemana-mana entah pagi atau sore, hal ini seperti mengajarkan kita untuk berhenti, berhenti dari pencarian, berhenti dari menilai lebih baik atau buruk.
Berhenti menilai tidak saja berarti berhenti berburu dan mencari yang dianggap lebih baik, tapi juga berhenti dari penderitaan karena kondisi batin yang terus menolak terhadap saat ini yang merupakan selalu tempat terindah.

Santai setiap hari

Ingat juga di masa kecil dulu, saat masih Sekolah Dasar, kalau jam pulang sekolah sudah berbunyi di hari sabtu, rasanya lega luar biasa tanpa beban, seakan-akan batin istirahat dari banyak tekanan dan yang ada hanyalah rasa kebebasan kemerdekaan karena hati menyambut liburan.
Namun saat sudah dewasa, karena tingginya keinginan atau pikiran tanpa kendali, membuat hati sudah tidak bisa lagi merasakan kebebasan kemerdekaan, batin selalu bersuara : “Betapa bebasnya jika saya sudah memiliki mobil, rumah, jabatan naik, gaji naik, dst...., ini yang membuat hati tidak pernah merdeka dan bebas.

Kalau kita perhatikan, Konon hari minggu (Sunday) diambil dari bangsa saxon dimana pada hari itu mereka mengadakan upacara persembahan menyambut matahari, menurut kepercayaan mereka pada hari itu matahari kembali pada posisi awalnya untuk kembali berlayar diatas langit.  SunDAy yang berarti hari matahari, hari terang benderang, terangnya hati dari beban tuntutan dan penolakan pikiran akan keberadaan kita saat ini, atau kalau saya menyebutnya hari kemerdekaan,  merdeka dan bebas karena hari libur, santai.
Nah kalau ternyata cara berlayar matahari adalah dengan berhenti dan selalu berada di posisinya entah di awal atau akhir, ini seperti mengajari kita untuk berhentilah  jika engkau ingin bebas merdeka titik.
Berhenti menilai dan melihat segala sesuatunya apa adanya sambil kita bekerja, menikmati gaji yang kita terima tanpa ada perasaan lebih baik atau lebih buruk. Seperti petani yang tugas bertani tidak merasa lebih rendah dan lebih buruk, seperti guru yang cerianya mengajar anak-anakdi sekolah tanpa ada perasaan lebik baik dari petani dll. Dengan cara pandang seperti ini sudah tidak ada lagi gerutu di hati : “karena saya lulusan luar negeri, sudah seharusnya aku lebih baik, gaji lebih dan lebih lagi,  tapi kenapa saya di gaji Cuma segini, kenapa orang lain tidak punya rasa hormat sama sekali.....”.

Jika kita tidak bebas atau merdeka saat ini juga, kita sedang menunggu, menunggu kenaika gaji, menunggu lahirnya cucu, menunggu punya kantor sendiri, menunggu dan menunggu...cobalah tebak...apa yang terjadi jika matahari juga ikut menunggu manusia bisa tersenyum baru bersinar...hmmm...ngomong-ngomong apakah Anda rela menghabiskan waktu untuk terus menunggu...

Sadar atau tidak di saat kita lagi sangat bersemangat, antusias sebenarnya saat itu kita bebas, kita berhenti dari penilaian dan penghakiman, kita merdeka. ...Untuk bisa menikmati kerja, berterimakasih atas gaji dan menjalani apapun aktivitas kita dengan bebas, santai dan relax kenapa kita tidak berguru pada matahari yang selalu tersenyum karena berhenti. Every day is Sunday....lalalalala....lalalalala.....


Senin, 11 Februari 2013

Think Profit no Loss


Saat banyak teman heboh membicarakan otak kanan yang menyajikan berbagai kelebihan dan keajaibannya, saya sebenarnya selalu bertanya-tanya, apakah benar kita selama ini belum berpikir dengan otak kanan?,  jika memang tidak menggunakan otak kanan, mengapa dalam realitanya kita selalu melihat orang menggunakan bagian kanan, yang kiri bahkan tidak pernah di sebut bahkan tidak hanya ingin dilupakan namun juga ingin dienyahkan.

Seorang teman begitu mengeluhkan kondisi rumah tangganya karena belum juga di karuniai anak, karena kondisi itu menurut dia rumah tangganya belum lengkap dan sempurna alias masih belum bahagia. Bukankah keluhan seperti ini diakibatkan karena selalu berpikir kanan?, oleh  karena pikirannya selalu menuntut keinginan terjadi (baca: berpikir kanan) makanya dia berusaha menendang dan berupaya menyingkirkan kondisi tanpa anak (kiri).

Kita juga selalu menggunakan dan memperhatikan bagian kanan. Contoh saja di waktu makan kita memakai tangan kanan (kecuali kidal), menerima uang pakai tangan kanan, memakai sepatu kanan dulu dan kanan dan kanan, kita selalu melupakan dan berupaya untuk tidak mengingat tangan kiri kita yang setia dan lebih baik karena selalu membantu yang kanan, membersihkan kotoran saat BAB dll. Pikiran kita selalu berkata yang kiri yang negatif.

Karena berpikiran kananlah seorang presiden partai beragama mau terlibat korupsi, karena berpikir kanan pula mertua memaki menantunya karena tidak memberinya uang, dan karena hanya mengandalkan otak kanan pula kalau beruntung tertawa dan kalau merugi sedihnya bukan kepalang.

Dunia pincang

Karena kita selalu menggunakan dan mengutamakan yang kanan, kita tidak menyadari bahwa kita menjalani hidup ini secara tidak utuh alias pincang. Namun karena sudah terbiasa, itu kita anggap wajar adanya.

Seorang teman yang mengalami kerugian besar dan membuat uangnya ludes dalam kesehariannya hanya mengeluh dan mengutuki Tuhan yang katanya tidak adil. Karena ia selalu berpikir kanan, makanya ia selalu menyalahkan kondisi kiri (negatif). Bagi dia dan kita kemiskinan kekurangan dan kerugian adalah negatif dan harus di enyahkan dan di lenyapkan.

Namun jika tangan atau kaki kiri kita yang kita amputasi atau potong, kira2 masihkah kita akan selalu berpikir kanan kanan dan kanan?.

Nah ternyata kita selama ini tidak menyadari bahwa tindakan kita memerangi kemiskinan, kekurangan, kejahatan dan kerugian dll itu mirip dengan kita berupaya memotong tangan atau kaki kiri kita sendiri. Kita tidak pernah mau mencoba untuk belajar mengerti bahwa karena kekurangan kita belajar bertumbuh, karena kemiskinan kita belajar rendah hati dan karena ada kejahatan kita memiliki rasa kasih dan sayang pada sesama serta karena negatif kita bisa melihat yang positif.

Mungkin kita masih belum bisa melupakan sejarah peristiwa tahun 1965, betapa karena kita menganggap bagian kanan (baik) harus melenyapkan bagian kiri (buruk) hingga menyebabkan nyawa ratusan ribu orang melayang.

Bukan positif bukan negatif

Saya tertarik mengutip kata-katanya Lao Tze yang saya ambil dari salah satu status facebook  Bimbel Madani : “Mereka yang mengetahui tidak mengatakan, dan mereka yang mengatakan tidak mengetahui”. Kalimat ini sungguh sangat mencengangkan, membuka mata batin bahwa sejatinya tidak ada yang terpisah. Semua adalah satu kesatuan, hanya saja kita kemudian memisahkannya menjadi dua sisi, siang malam, positif negatif, otak kanan otak kiri, atas bawah, untung rugi, datang pergi  dst...jika kedua sisi tersebut disatukan, maka kita sulit memberi nama dan mengatakannya, makanya yang mengetahui selalu tidak mengatakannya.

Saya teringat pula pesan dari seorang Guru : “ Kalau dirimu ingin bertemu Tuhan (baca : Kebahagiaan, kedamaian, kelimpahan), jangan lupa kata Tuhan harus kamu tambah dengan ke-u-Tuhan”. Utuh yang terdiri kanan dan kiri, laki-laki perempuan, baik buruk, barat timur dst.... Iya kita selama ini memisahkan kata keutuhan dengan hanya menyebut Tuhan saja, yang seakan-akan kita terpisah dan tuhan berada jauh dari kita. Saat laki-laki perempuan menyatu tidak ada sebutan baginya, saat kanan dan kiri menyatu juga sulit kita menyebutnya.

Makanya teman yang mengerti hal ini bergumam pelan: “Betapa kita telah menyimpang dengan berpikir dan berotak kanan?”, dan Siapa bilang saat ini kita sedang menggunakan otak kiri?, Kita sedang berotak kanan, dan celakanya kita juga sedang memerangi otak kiri”.

Kembali pada keutuhan, jadi kalau masih saja melakukan tindakan korupsi, itu berati masih pincang ( baca: hanya ingin kanan). Kalau buka usaha hanya ingin untung, untung dan untung dan Kalau jadi pejabat hanya mau untung untung dan untung, itu artinyahidupnya masih terbelah dan belum bertemu Tuhan (Keutuhan).

Melihat realita yang ada, Kini sudah saatnya kita melampaui kanan dan kiri agar bertemu dengan kedamaian, dan saat mata bertemu dengan keutuhan(Tuhan) yang terlihat semuanya apa adanya, dan yang apa adanya selalu tidak bisa di katakan.