Jumat, 16 Maret 2012

a Journey without Goal


“Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, Tuhanlah yang memutuskannya”, sering kita mendengar kalimat ini di ucapkan, disaat para siswa mendapatkan nilai rendah dalam ujian, seorang pengusaha sedang berupaya mewujudkan sebuah impian, atau orang tua yang sedih menerima kenyataan karena tidak berhasil mengirimkan anaknya kuliah di perguruan tinggi favorit atau gagal keluar negeri dll.

“Belum komplit atau belum sempurna”, itulah kesan seorang teman saat dia memiliki harapan yang kuat akan terwujudnya tujuan atau impian, karena kita terlalu fokus pada masa depan - saat ini yang begitu berlimpah tidak pernah terlihat, yang ada hanya kita sedang kekurangan ini dan itu, teman itu menjelaskannya. Makanya tidak heran jika banyak pembicara terkenal sekalipun mewanti-wanti bahwa hidup harus memiliki tujuan yang disertai harapan kuat akan terwujudnya hal itu sehingga kehidupan kita menjadi komplit dan sempurna.

Hal yang menakjubkan jika ada kawan saat ditanya, “apakah impianmu?”, dia menggelengkan kepala seakan ingin mengatakan bahwa “saya hidup tanpa tujuan, karena saya sudah sempurna dan lengkap”, namun kita akan menyebutnya bodoh dan tolol karena betapa rugi dia menjalani kehidupan ini.

Berangkat dari sini, karena merasa belum sempurna dijadikanlah tujuan adalah segalanya, dengan harapan jika terwujud maka sempurnalah hidup, di saat itu baru kemudian seseorang dikatakan berhasil dan sukses serta hidupnya baru bisa dikatakan berbahagia.

Pengingkaran akan saat ini, itulah yang selalu kita lakukan. Saat ini selalu kita anggap saat yang sulit, saat penuh masalah dan tantangan untuk menggapai masa yang jauh di depan sana, yang entah kapan kita akan menggapainya.

Pencapaian atau hasil itulah yang segalanya bagi kita. Sayangnya pencapaian yang dianggap bisa melengkapi kesempurnaan hidup harus berhadapan dengan realita hukum pasti ketidakkekekalan. Kita akan mendapati pencapaian saat ini kesedihan yang mendalam esok hari entah karena di cibir tetangga atau kalah nilai dengan pencapaian orang lain dst, pesta kemenangan hari ini harus berganti makian dan pertengkaran di lain hari.

Kata banyak guru bahwa munculnya harapan dimulai dari warisan kuno kita terpisah dengan yang lain, hal ini yang meyakinkan bahwa kita harus berlomba untuk lebih dari yang lain, dan bahwa karena jumlahnya sedikit makanya harus cepat-cepat, bahwa hidup yang layak dijalani itu adalah nomor 1 bukan 2 dst.

“Mengumpulkan materi di bawah matahari mirip menjaring angin”. Mendengar pesan guru ini banyak yang tidak menggubris terutama bagi yang selama ini masih menganggap bahwa karena kita terpisah makanya harus berlomba dan menempatkan pencapaian adalah segalanya.

Lain dengan teman-teman yang memiliki pikiran bahwa hidup adalah satu kesatuan bahwa perasaan di satu tempat memiliki pengaruh terhadap tempat lain seperti mencairnya es di suatu kutub bumi mempengaruhi iklim di belahan bumi lain, krisis ekonomi sebuah negara mempengaruhi kestabilan ekonomi sebuah benua, matinya binatang tertentu memunculkan jutaan ulat bulu bertebaran dimana-mana.

Berangkat dari pikiran kesatuan hidup dan ketidakkekekalan segalanya, kawan-kawan yang sudah mengerti bukannya mencengkeram harapan agar masa depan cemerlang dan sukses, malahan meniru kehidupan seperti air yang mengalir dengan kesadaran mendalam bahwa ada kecerdasan yang menumbuhkan rumput memunculkan bunga begitu indahnya yang tidak terjangkau oleh pikiran terkondisi manusia.

“Bila tanaman dan bunga di bungkus begitu indahnya, betapa manusia telah dibungkus dan di lengkapi dengan sempurnanya”, begitu kata seorang teman.

Bukti lain bahwa ketidakkekelan melingkupi kita adalah Seberapapun kuatnya perlindungan yang dimiliki akan suatu pencapaian, jika putaran waktu telah memintanya pudar kita tidak bisa menahannya, seperti saat bencana datang bukankah juga tidak meminta persetujuan terlebih dahulu.

Jadi apakah kita masih takut untuk hidup tanpa memuja harapan?, jika ada perasaan takut akan masa depan nanti bagaimana, maka di dalam diri masih bercokol perasaan terpisah, sebaliknya bila saat ini juga yang ada hanya ketenangan dan kedamaian serta keheningan maka harapan telah melemah kekuatannya dan berganti dengan kecerdasan yang tidak terdefinisikan.

Siang akan tetap berganti malam, awan putih tetap berganti dengan awan hitam atau sebaliknya, tapi kita tetap langitnya. Kita tetap melakukan apa yang kita sebut kerja, membuat rencana atau tujuan lainnya, namun hal itu bukanlah merupakan suatu pujaan atau keakuan lagi, namun dorongan aliran dari sumber yang tidak terkatakan.

Kawan sepertinya sudah lewat zamannya mengklaim diri dan mengatakan:”Hai lihat akulah yang menggapai ini, hai lihat aku sudah bisa memiliki BMW, hai lihat aku yang bergelar sarjana luar negeri, hai lihat akulah manusia pilihan sehingga bisa memiliki jabatan ini”. Seperti siang yang lupa akan malam segera tiba, seperti hujan yang tidak ingat kemarau akan segera datang, seperti pepatah para orang tua “kacang yang lupa akan kulitnya, keakuan selalu memposisikan lupa diri akan asal usulnya bahwa dirinya tersusun dari tanah, air, api udara dll dan bukan dirinya sendiri yang menyusunnya serta bukan pula yang melakukannya.

Kawan kini zamannya kita pulang ke rumah, jika kemarin mobil kita anggap rumah kita, gelar pendidikan sebagai rumah kita, anak-anak sebagai rumah kita, kini saatnya banyak melepaskan, banyak memberi kasih sayang dengan keheningan tanpa ada rasa aku yang melakukannya.

Seperti bunga tidak pernah berkata akan keharuman dan keindahannya, karena memang jauh di dalam dirinya tidak ada harapan ataupun tujuan pribadi baginya, kenyataannya begitu banyak yang mengagumi dan mendapatkan manfaatnya. Seakan dia berpesan untuk menjadi yang terbaik bukan memiliki tujuan atau harapan terbaik tapi tidak memiliki harapan dan tujuanlah yang membikin dia memancarkan yang terbaik.

7 komentar:

  1. Saya dah buktikan..saya tulis keinginan dan mimpi saya...Subhanallah...satu persatu mimpi itu terkabul brother...memang kita butuh mimpi yang jelas.

    BalasHapus
  2. makasih kunjungannya mas bro..

    BalasHapus
  3. so inspirational :D

    nice post and keep in share

    BalasHapus
  4. inget kata2 ibu saya waktu saya mengalami kegagalan meski terus berusaha mencoba... Namun tentunya kegagalan tersebut mendorong untuk paham dan mencari cara lain guna mencapai tujuan. Berdoa, dan berikhtiar.... syukran

    BalasHapus
  5. sebagai manusia .... kita hanya berusaha dan doa,
    selebihnya Tuhan yg menentukan

    BalasHapus